Skip to main content

Posts

IDULFITRI 1445 H

Lebaran tahun ini seperti lebaran-lebaran biasanya. Bedanya kami sekeluarga tahun ini lebaran di Karangrejo, bukan lagi di Pakis. Sedih, tentu, tapi hidup memang begitu. Ramadan hari kesekian aku dan ibu ke Pakis untuk menemui Mak Yem, Mbah Sri, Mak Tik dan De Ros. Mereka bersemangat menyambut kedatanganku dan ibu karena tentu saja selain ini kedatangan kami pertama setelah pindah, mereka juga menyesalkan kepindahan kami yang seperti tergesa sampai tidak sempat berpamitan pada tetangga. Ya begitulah keluargaku. Senang melakukan apa-apa dalam senyap. Dulu ketika ibu hamil Ai saja tidak ada satupun tetangga yang tahu bahkan sampai Ai lahir. Kami pulang dari rumah sakit pakai becak sambil ibu gendong Ai yang masih usia sehari. Ndilalah, keadaan sekitar rumah sepi sekali siang itu. Tapi, namanya Tupai, sepandai apapun lompat, suatu hari akan kepleset juga. Akhirnya para tetangga tahu kehadiran Ai di rumah kami. Kembali lagi ke lebaran. Lebaran tahun ini ada suasana baru. Kalau biasanya pag
Recent posts

MENGKHIANATI SKALA PRIORITAS

Ramadan sudah hari ke-26, lebaran sudah di depan mata, Inspektur Vijay malah memilih bawa pulang LED TV Second segede gaban yang entah buat apa. Ya pastinya buat nonton tv, tapi kenapa? Kenapa segede jendela rumah Belanda? Padahal di rumah sudah ada tv yang masih berfungsi dengan baik. Bapak bilang tadi pas ke tempat sepupunya beliau melihat tulisan "dijual" di LED TV itu. Sungguh aku enggak habis pikir kenapa bapak memilih menghabiskan uang THR-nya untuk beli barang itu ketimbang dipakai buat beli yang lain yang lebih penting. Maksudku adalah, mbok ya yang penting-penting aja dulu gitu loh. Bapakku tuh memang sejak dulu kayak terang-terangan mengkhianati skala prioritas yang sudah susah-susah diciptakan di dunia ini. Enggak ada itu yang namanya memprioritaskan kebutuhan. Apa aja yang bikin dia happy, pasti dibeli. Dulu mungkin kami, anak-anaknya, enggak banyak komplain karena masih kecil. Tapi, pas sudah dewasa begini melihat bapak impulsif beli-beli barang gitu pasti kami s

SEBUAH PANGGILAN

Akhir-akhir ini betul-betul menguras energi. Setelah satu panggilan masuk tempo hari (yang aku tidak ada pikiran negatif apapun sebelum bahkan setelah mengangkatnya) dengan durasi yang cukup panjang. Di awal obrolan aku tetap berpikir ini hanya panggilan biasa. Tapi, ketika suara perempuan di ujung sana cukup serius dan mulai menyebut satu nama, aku seperti disengat lebah. Akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana aku dimintai informasi. Hari dimana aku merasa gagal sekali lagi menjadi teman. Gagal mengingatkan sejak awal. Gagal menjaga segalanya tetap pada tempatnya. Setengah jam menelpon, rasanya itu adalah setengah jam terlamaku. Aku mendengar suaranya bergetar. Aku mendengar suaranya menahan amarah. Sampai kemudian aku mendengarnya menangis. Setelah semua ini, sebetulnya apa yang hendak Kau beri padanya? Apa yang hendak Kau berikan sehingga jalan yang harus ditempuh sungguh berliku? Tuhanku, aku sama sekali tidak keberatan menjadi tempat berkeluh kesah teman-teman perempuanku. Tap

PINDAH

Menjalani tarawih pertama di Karangrejo dengan perasaan sentimentil. Yang terus berulang, suatu saat henti itu benar adanya. Belasan tahun aku hidup di Pakis, menyatu dengan seluruh hal di sana, tiba-tiba suatu hari harus terhenti. Dengan sekejap aku tidak lagi menjadi bagian dari sana. Tempo hari aku sempat bertanya ke ibu, “kira-kira anak-anak merasa kehilangan aku gak, ya?” Perasaan hampa itu baru terasa ketika segala hal yang selalu rutin kita lakukan tiba-tiba terhenti. Bulan ramadan seperti ini biasanya aku akan menjadi penghuni tetap shaf baris kedua (kadang-kadang juga baris pertama) dan tadarus bersama anak-anak. Sampai kemudian semalam aku melaksanakan tarawih di musala tempat Ai ngaji. Entah di rakat berapa aku menangis. Ingat rutinitasku di Pakis yang tentu saja sekarang sudah tidak bisa dilakukan. Kami sudah biasa berpindah, tapi kepindahan kami kali ini benar-benar seperti membawa serta ratusan kilogram batu di pundak kami, berat sekali. Tinggal di Pakis adalah du

ZIARAH PART 2

Anak tangga menuju makam Mbah Yunus   Setelah dari Jalen kami langsung menuju Tamansari, ke makam Mbah Yunus. Dari catatan yang kubaca, Mbah Yunus adalah orang Sampang, Madura. Meski tidak memiliki pondok pesantren, tapi beliau sering jadi jujugan masyarakat untuk minta nasihat. Makam Mbah Yunus ini salah satu yang memiliki rute paling adem. Karena penuh dengan hijau-hijau pepohonan. Makamnya terletak di sebuah gumuk di Tamansari, Tegalsari. Karena ada di atas gumuk kami harus menaiki beberapa anak tangga terlebih dahulu sebelum sampai ke makam. Setelah membuka pintu makam, kami melihat satu makam besar ada di tengah. Belok kanan dari pintu masuk kita bisa melihat keterangan soal pesarean Mbah Yunus. Beliau wafat tanggal 7 Ramadhan 1414 H atau bertepatan dengan 8 Februari 1994 M. Ada satu foto besar di sebelahnya yang sudah pasti itu adalah foto Mbah Yunus. Makam Mbah Yunus dekat sekali dengan rumah warga. Bahkan melewati pekarangan warga terlebih dahulu. Karena dekat dengan ruma

ZIARAH PART 1

  Senang rasanya bisa kembali melakukan perjalanan ziarah. Terlebih teman perjalanan kali ini bertambah. Aku, Tata, Mega dan Ayu. Hari ini kami mengunjungi tiga makam. Makam Kiai Ahmad Bashar dan Kiai Mawardi di Jalen, makam Mbah Yunus di Tamansari dan makam Kiai Mukhtar Syafaat di Blokagung. Sebetulnya rute ziarah ini berdasarkan rute ziarah muharrik dan sesepuh NU Banyuwangi dalam rangkaian harlah NU yang ke-101 kemarin. Kami ambil yang bagian Tegalsari karena sekalian berkunjung ke rumah Mega yang masih satu kecamatan. Tapi, di jalan aku teringat pondok pesantren tempat Syaikhona Kholil Bangkalan menimba ilmu di Banyuwangi. Setelah membaca kembali catatan akhirnya aku menemukan nama Pondok Pesantren Al Ashriyah yang berlokasi di Jalen. Mumpung masih di sekitar Genteng akhirnya kami menuju Al Ashriyah berbekal google maps. Sepanjang perjalanan aku sangat bersemangat. Aku sedang menuju salah satu pondok pesantren tertua di Banyuwangi. Seperti apa kira-kira pondok pesantren itu?

FEELING IS HEALING

Rasanya aku sudah menuliskan ini dimana-mana. Bahwa Desy adalah satu-satunya teman SD yang sampai saat ini masih rajin hangout bareng. Setelah lulus kuliah kami justru jadi semakin dekat. Ada saja celetukan perempuan itu yang membuatku tertawa. Desy ini tipe perempuan yang mudah mengekspresikan apapun yang dia rasakan. Kemarin kami ke Seling. Tidak ada jadwal pasti untuk hangout sebetulnya, karena kami sama-sama tipe manusia mager. Kalau enggak janjian dulu, jarang kami mau keluar dadakan. Seperti biasa, tidak banyak yang kami bahas. Pertemuanku dengan Desy bisa dibilang sebagai stress release. Hal-hal remeh temeh yang justru sering kami bahas. Dan, dia ini selalu akan mengungkit apa yang aku posting di twitterku. Adaaaaa aja bahan untuk menginterogasiku. Seperti satu twit yang aku buat beberapa waktu lalu, yang tentu saja akhirnya membuatku mengingat lagi waktu dulu. Aku menceritakan sedikit bab patah hati yang pernah aku lalui. Des, gini gini aku juga pernah patah hati keleus. "