Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2014

Masih Tentangnya

Inda, masih ingat saran yang kau beri padaku beberapa waktu yang lalu? Aku mengikutinya Nda. Ya, aku mengikuti saran darimu. Aku memberinya semangat. Aku mencoba menyapanya terlebih dahulu. Kau tahu, aku sangat grogi saat melakukannya. Aku memang menerima balasan darinya. Tapi balasan itu malah membuatku kalut. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Aku tidak mengerti apa yang dia maksud waktu itu. Dia pun tak menjelaskan apa yang sedang terjadi. Baru setelah kejadian itu, kejadian yang belum kau tahu Nda ... Aku menyadari semuanya. Semua yang dia maksud. Semua yang dia katakan. Aku tak pernah menyesal melakukan saran darimu. Karena dengan itu aku mendapat jawaban. Aku juga tak pernah menyesal mengirim gift  yang kutulis lama sebelum dia berulang tahun. Karena dengan itu semua, aku bisa mengetahui yang sebenarnya terjadi. Inda, kau tahu sendiri kan bagaimana sikapku saat kita pertama kali bertemu dengannya dulu? Aku selalu tersenyum mengingatn

Tanah Itu Menandus

Aku selalu tidak bisa menahan air mata ketika membaca tulisanmu. Membaca tiap-tiap kata yang membuatku terluka. Apalagi di bagian yang itu. Sungguh, aku terluka. Aku bahkan selalu mengutuki diri sendiri atas sikapku. Tapi aku juga benci padamu. Dengar. Aku membencimu. Aku membenci sikapmu. Aku membenci keras kepalamu. Aku membenci dirimu. Mudah sekali kamu menyerah. Mudah sekali kamu memutuskan segalanya. Mudah sekali kamu berkesimpulan seperti itu? Mudah sekali kamu meninggalkan aku. Bahkan, mudah sekali kamu menyingkirkan posisiku. Kau tahu? Sejak kita tak berkomunikasi apa yang kuperbuat? Aku hanya menunggumu. Aku hanya mempersiapkan diriku sebaik mungkin. Aku hanya merawat dengan baik perasaanku. Aku hanya sibuk membayangkan harapan-harapanku padamu. Aku hanya sibuk menceritakanmu pada Ibuku. Dan, aku hanya sibuk menjaga hatiku. Tapi kau? Apa yang kau lakukan? Kau bahkan mencoba melupakan aku. Aku pikir dengan kita tak berkomunikasi aku masi

Sebuah Fakta

Hari ini, aku menemukan sebuah kenyataan pahit. Kenyataan bahwa aku harus melupakan dia. Bahwa aku harus meluruhkan segala harapanku padanya. Semuanya. Aku harus bisa ikhlas. Aku mendapati kenyataan yang sangat membuatku terluka. Kenyataan yang melukai hatiku. Aku benci ini. Aku benci diriku yang seperti ini. Apa yang aku takutkan selama ini akhirnya terjadi. Ketakutan untuk jatuh cinta hanya karena takut menderita. Ketika mengenalmu aku menjadi wanita yang tiba-tiba saja memiliki keyakinan berlipat-lipat. Padahal, dari awal aku sudah mewanti-wanti diri sendiri. Jangan banyak berharap. Kita tidak akan tahu apa yang terjadi di masa mendatang. Kita tidak bisa memprediksi kondisi hati kita. Aku hanya bisa tersenyum mendengar itu semua. Semoga kau bahagia. Semoga dia bahagia. Bukankah ini yang kau mau, Mey? Sekarang lihat. Egoismu kembali muncul. Kau terluka, kan? Aku hanya tidak menyangka. Itu saja. Aku tidak menyangka, mudah sekali kau ten

Bersyukur Pada Segala (Kaki Kecil)

Sore ini saya pergi ke Taman Makam Pahlawan Sayu Wiwit. Ada janji dengan kawan-kawan kelas untuk ikut belajar bersama. Mata kuliah Statistik agaknya membuat kawan-kawan saya (yang kebanyakan pegawai) sedikit mengalami kesulitan. Sama hal-nya dengan mata kuliah Akuntansi yang kami dapat di semester lalu. Alhamdulillah, kawan-kawan mempercayakan saya untuk dapat membantu menyelesaikan tugas mereka. Saya pun dengan sabar melayani pertanyaan mereka semampu saya. Bukan hanya saya sebenarnya, banyak dari mereka yang bisa dan mampu untuk dimintai pertolongan. Namun, rasa tidak pede masih ada dalam tubuh mereka. Lalu, bagaimana dengan saya? Apakah saya percaya diri membantu mereka? Awalnya tidak. Karena saya masih merasa kemampuan saya belum mencukupi. Bahkan ada juga beberapa kasus yang belum saya mengerti penyelesaiannya. Saya hanya menempatkan diri sebagai saya yang masih dalam tahap belajar. Saya sama dengan kawan-kawan saya. Sama-sama belajar. Karena dengan perasaan seperti inila

Tatapan Itu

Aku melangkah menyusuri jalanan kecil Hatiku berdetak seperti biasa Normal saja Perlahan namun pasti Kaki ini semakin cepat melangkah Aku masih di pertengahan jalan Aku tahu kau disana Di ujung jalan itu Tempat dimana kau menantiku Semakin dekat ... Semakin bergemuruh suara dihati Semakin membuat perut ini mulas Semakin sempit saja dunia kurasa Hingga membuatku sulit bernafas Aku mulai melihat hingar bingar jalanan Aku sadar Aku  hampir dapat menatap wajahmu Sedikit lagi Langkahku melambat Serasa ada beban berton-ton Hingga susah untukku melangkah Melangkah untuk menemuimu Lihatlah ... Aku menemukan wajahmu disana Wajah itu, wajah yang teduh Lihatlah ... Aku menemukanmu sedang memperhatikanku Di ujung jalan itu Aku hampir mati karenanya Karena tatapan itu ... Tatapan itu tajam menghujam hatiku Tatapan itu sukses memahat kerinduan Tatapan itu, tatapan milikmu Yang selalu kurindu Oleh : Meydiana Is

Rencana Indah

4 September 2014. Pertemuan pertama dengan mata kuliah Bahasa Inggris di semester tiga. Mr. Sandi meminta kami menuliskan, three things you'd like to do after you have graduated. Dengan ringan dan cepatnya, saya menulis : 1. Working. 2. Married 3. Travelling Teman saya nyeletuk. "wah mey iki pikirane wes nikah ae ag" | "wah mey ini pikirannya sudah nikah aja" I don't care . Toh akhirnya dia (temen yang nyeletuk tadi) menambahkan married di daftar rencananya (setelah mencantumkan rencana-rencananya yang superrr sekali, dan setelah di tipe-x berkali-kali) :D This is my planning, bro. Nomor dua dan tiga bisa berubah-ubah. Sesuai pasangan (mungkin). Ketika saya mendapat pasangan yang berhobi sama, sama-sama suka jalan-jalan, komposisi urutan akan tetap sama. Kami akan jalan-jalan setelah menikah. Seru pasti. Kemana-mana berdua, nggak ada yang ngelarang. Kan sudah sah :D Sebenarnya, salah satu alasan juga adalah karena sa

Strategi

Inda Rizkya Putri. She's my best friend ever.  Malam ini aku chatting  dengannya. Dia menanyakan kita. Ya, kita. Kau dan aku. Dia menanyakan perkembangannya (kau pasti tahu maksudku) Aku menjawab kita sedang complicated . Ya karena memang begitu, kan? Inda bilang harus diperbaiki. Aku bingung sebelah mana yang harus diperbaiki. Pangkal masalah pun aku tidak tahu. Kita terlalu besar pada ego masing-masing mungkin. Atau aku yang terlalu gengsi untuk sekedar menyapa dan memberimu semangat? Aku sudah berusaha, dengan mengirim pesan basa-basi padamu. Namun, sinyal itu lenyap seketika. Ah, mungkin karena kau sedang sibuk dengan skripsimu. Atau marah padaku? Aku tak mengerti. Inda juga bilang aku harus mengatur strategi. Apa lagi? Aku tidak sedang ingin ke Gaza dan ikut perang disana nda? Ka, bukan hanya perang yang butuh strategi. Cinta juga butuh. Ah, cinta lagi. Wajar aku tidak mengerti harus bagaimana. Ini pertama kali. Pertam

Menghargai

Panas sekali siang ini? Aku hanya didepan laptop berjam-jam tanpa menyentuh tugas-tugas. Mungkin karena terlalu banyak hingga aku bingung mana yang harus kukerjakan terlebih dahulu. Ini juga membuat kepalaku semakin panas. Jadilah siang ini aku hanya membuka sosial media, searching  materi tugas, dan menulis. Kenapa judulnya menghargai Mey? Entah. Aku hanya ingin menulis tentang ini. Apa iya aku setidak menghargai itu? Apa iya aku egois? Apa iya aku tidak menghargai dia? Dia siapa? Manusia. Dia bilang dia hanya ingin dihargai. Apa yang harus kulakukan? Aku sudah menghargai perasaannya. Siapa yang bisa menolak, jika rasa itu datang pada kita? Tidak ada satu pun. Aku sudah membiarkanmu. Silahkan. Tapi maaf jika rasa itu tak berbalas. Maaf. Lalu mengapa kau sebut aku tidak menghargaimu? Apa aku harus membalas rasamu? Apa dengan itu baru kau bilang aku menghargaimu? Hanya kebohongan besar yang akan kau dapat. Kamu pribadi yang

Jatuh Cinta Tanpa Alasan

Hay Mey^^ Apa kabar? Apa yang mau kamu tulis malam ini? Cinta? Haha, tau apa kamu tentang cinta? Hening. Cinta. Emm cinta itu rasa (kata Pak Suluh). Kok kata orang lain? Katamu sendiri dong? Hening. Cinta itu persahabatan. Jika kamu tidak bisa menjadi sahabatnya maka itu bukan cinta. Ah, itu kan kata Shah Rukh Khan di film Kuch-Kuch Hota Hai. Aku mau dengar pendapatmu sendiri. Hening. Aku cinta Abah Ibu dan adik-adikku. Oh come on!  Bukan cinta kepada keluarga. Ini cinta Mey. Cinta pada lawan jenis. Hey, are you ok?  Kamu normal kan? Aku NORMAL! Susah. Kamu tahu? Bahkan untuk berbicara tentang cinta pun aku merasa tidak pantas. Kenapa? Kamu sudah jadi gadis. Tumbuh dewasa. Wajar saja jika cinta akan datang padamu. Kamu pernah mencintai laki-laki? Tidak. Kamu kalah sama mereka Mey. Mereka? Siapa? Lihat anak-anak SMP dan SMA sekarang. Mereka sudah fasih berbicara soal cinta. Sudah paham betul masalah cinta. Kamu?

Capture Everywhere

“Eh, tolong fotoin dong?” “Foto yuuk, pemandangannya bagus nih.” “Hei, cus selfie . Mumpung disini.” Pernah mendengar percakapan seperti itu? Atau pernah berbicara seperti itu? Atau bahkan pernah dimintain tolong buat ngefotoin? Hehe, it’s oke kawan. Itu hanya ilustrasi. Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang suka sekali berfoto. Dimanapun. Selfie? Yes, I do it. Aku pernah membaca sebuah artikel yang menunjukkan bahwa seseorang yang selfie addict (ngerti selfie addict kan?) memiliki masalah dengan kejiwaannya. Seriously? Entahlah. Tapi sejak membaca artikel itu aku jadi sering melihat diriku di cermin (terus bilang “wahai cermin, katakan siapa yang lebih cantik, aku atau dia”) #halaaah Am I crazy? What’s wrong with my soul? Ah, aku baik-baik saja kok. Lalu bagaimana mereka yang selfie addict bisa dikatakan memiliki gangguan kejiwaan? Can explain? Aku memang suka berfoto. Tapi untuk selfie aku hanya melakukannya ketika mood -ku

Titik Jenuh

Pernah merasakan ada di titik paling jenuh? Merasakan ingin meghindar sejenak dari rutinitas sehari-hari? Ingin pergi jalan-jalan tanpa memikirkan tugas-tugas yang menanti kita tanpa jeda? Aku berada di titik itu. Kau tahu? Aku jenuh dengan ini semua. Aku jenuh dengan mereka. Aku jenuh dengan ini. Aku jenuh dengan itu. Aku jenuh dengan semuanya. Mungkin, ini hanya efek dari begitu banyaknya assignment yang harus aku selesaikan. Terlalu aku pikirkan sehingga aku sakit. Yaaa ... sudah tiga hari terakhir. Kepalaku terasa berat. Panas menjalar merata diseluruh tubuh. Berulang kali bersin. (barusan pun aku sudah bersin untuk yang kesekian kalinya) Oh God, please . Ini sama sekali tidak nyaman. Aku ingin berteriak melepas segalanya (seperti yang pernah kulakukan dengannya di pantai boom dulu). Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Mungkin itu memang cara kuno untuk meredakan kepenatan sementara. Tapi, cara yang dianggap kuno itu justru berdampak (setidaknya ba

Bang Dado

Aku akan menceritakan padamu sebuah cerita. Cerita tentang aku dan dia. #mulai mengalun lagu Semua Tentang Kita miliknya Peterpan :D Beberapa hari yang lalu aku bertemu dia di kampus. Seperti biasa, aku selalu sumringah bertemu dengannya. Sebetulnya pada siapapun aku selalu berwajah ceria saat bertemu. Yaa karena jangan sekali-kali memasang wajah kusut, kumal, kucel dan lecek saat bertemu siapapun. Ya, siapapun. (mantan sekalipun) :D Saat itu dia memintaku untuk menulis tentang dia. Aneh bukan? Aku disuruh menulis tentang dia. Iyaa. Tentang dirinya. Tentang laki-laki bertubuh kecil itu. Ah sudahlah. Siapa aku berani menghina ciptaanNya. Tapi aku tidak menghina. Sungguh. (peace yaa) :D Baiklaah, aku akan mencoba menulis barang sebaris atau dua baris tentang dia. Atau bahkan bisa berbaris-baris. Namanya Daviq (entah siapa nama panjangnya, yang pasti bukan “Daviiiiiiiiiqqqq”, sungguh bukan itu nama panjangnya) Aku memanggilnya Mas Daviq. You know laah dia