Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2020

Syawal 2020

Beberapa pesan whatsapp yang masuk sejak satu syawal belum sempat aku balas. Ada yang tidak sempat dan ada yang kuputuskan untuk tidak dibalas. Karena memang pesan-pesan itu tidak butuh balasan. Sepertinya sejauh ini lebaran 2020 adalah lebaran paling nggak ribet. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, setelah salat Id langsung keliling salam-salaman dan keliling lagi ke kerabat-kerabat. Pagebluk yang sedang melanda dunia agaknya menggeser beberapa kebiasaan yang kerap kita lakukan saat lebaran. Dan, mau tidak mau kita mesti berlapang dada merelakan untuk tidak melakukan. Satu syawalku berjalan dengan luar biasa. Jam tiga pagi aku terbangun setelah ingatan terakhirku semalam aku berbaring di sebelah ibu usai memijat punggung beliau. Aku terbangun dengan rasa sakit luar biasa di bagian perut. Tidak hanya itu, aku mendapati darah di seprai kasur yang tidak lain dan tidak bukan adalah darah haid. Aku buru-buru ke kamar mandi dan membereskan tubuh dan pakaianku. Sungguh satu syawal

Ai yang Mirip Park Saeroyi

Semalam aku pulang dari radio sudah lumayan malam. Sampai rumah, lebih tepatnya ketika masuk kamar aku melihat ibu dan Ai tidur di sana. Ada yang beda dari Ai, dia sudah cukur rambut. “Duuuh gantenge rek” kataku sambil melihat Ai dari dekat. Ibu bangun, beliau cerita kalau seharian ini Ai nangis. Ternyata model cukurannya nggak sesuai sama ekspektasi Ai. Aku bisa bayangkan bagaimana ekspresi wajahnya dari perjalanan tempat tukang cukur sampai ke rumah. Pasti mukanya nggak enak banget dilihat, kayak muka pacar kamu. Ibu menceritakan semuanya dengan detail yang justru membuatku tertawa. Setelah membayar ongkos cukur dan bersiap pulang, Ai bilang ke ibu, “Salah”. Deg. Dari sana ibu sudah nggak enak hati. Pasti bakal perang uhud lagi, pikir beliau. Perang Uhud di sini maksudnya Ai bakal marah-marah nggak jelas yang bikin semua orang jadi kesel. Benar saja. Ai jadi uring-uringan. Dia marah karena cukurannya terlalu pendek. Dia juga menyalahkan ibu, menuding ibu sudah mengatakan

Kebetulan.

Hari Minggu (17/5) barang yang kubeli dari shopee datang. Waktu itu aku sedang di rumah mbah. Sebuah pesan masuk ke whatsapp jam 13.15. Dan baru aku buka sekitar satu jam kemudian. Aku balas pesan kurir yang terlambat aku ketahui itu. Ternyata paket sudah diterima bapak di rumah. Aku mengucapkan terima kasih pada kurir karena sudah menyampaikan paket meski hari itu Minggu. Tidak lama si kurir bilang kalau pernah melihatku. Aku tanya dimana? Dia jawab di kantor PCNU saat sedang bedah buku. Aku tersenyum. Banyuwangi bisa begitu sempit. Tapi juga bisa begitu luas sehingga aku tidak pernah sekalipun bertemu dengan teman masa kecilku yang namanya pernah aku tulis di sebuah kertas menjadi nama yang paling ingin bisa aku temui kembali. Di Banyuwangi kah dia? Masih hidupkah dia? Bagaimana bisa aku tidak menemukannya di media sosial manapun? Aku yakin kalian juga pernah mengalami kejadian-kejadian kebetulan semacam yang kualami dengan petugas pengantar paket itu. Mey, nggak ada ya

Bu Nyai: Women's Agency in Pesantren

Semalam saya mewakili Komunitas Pegon mengadakan diskusi online dengan Nihayatul Wafiroh. Kalau teman-teman belum familiar dengan namanya, sila ketik di google. Bagi yang sudah familiar tentu mengenal siapa dan bagaimana kiprah beliau. Topik diskusi kali ini terinspirasi juga dari disertasi beliau yang membahas tentang kultur perjodohan di pesantren. Sebagai perempuan non pesantren ada banyak rasa penasaran yang saya alami terhadap perempuan pesantren atau perempuan dari keluarga pesantren. Terutama bagaimana perempuan-perempuan ini mengambil keputusan dalam hidup mereka. Sejak dulu, jika bicara soal perempuan narasi yang ditampilkan adalah sebatas teman di belakang ( konco wingking ). Perempuan sebatas manusia yang mengerjakan urusan-urusan domestik. Tidak ada peran atau aktivitas lain yang sifatnya menambah kemampuan diri perempuan. Begitu juga saya memandang perempuan di pesantren. Mereka sami'na wa atho'na pada Kiai. Menurut apa saja yang menjadi keputusan dar

Cuma Gitu Doang

Seperti yang Tansen lakukan, aku juga ingin konsisten mengisi blog yang sudah lama aku buat ini. Isi dengan apa pun cerita hari ini, apa pun. Malam ini aku menulis sambil mendengarkan I'tirof yang dicover oleh Putih Abu-abu. Disebelahku ada Ai yang sudah terlelap dan beberapa waktu yang lalu aku ciumi, karena saat dia terjaga mana mungkin mau dicium-cium. Di depan tivi Tante Siti dan Raisya juga sudah tidur sambil ditonton oleh tivi. Di kamar tengah Rara masih terjaga sedang nonton idol k-pop kesayangannya. Di kamar sebelah kamar tengah, Lintang sudah tidur bahkan sebelum aku datang. Di dapur, ibuku dan mbah sedang sibuk membuat kue kuping gajah. Malam ini aku menginap di rumah mbah. Tante Siti dan ketiga anaknya juga di sini, Rara, Lintang dan Raisya. Selama pandemi aku tidak dapat jadwal siaran Minggu pagi. Itu berarti aku bisa dengan bebas malam mingguan (baca: begadang doing nothing) tanpa harus cepat-cepat tidur karena harus berangkat pagi. Hari ini entah kena