Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2018

Sedekah a la Ibu

Seperti yang dilakukan oleh banyak orang tentang hidup, yakni mengamati, saya pun demikian. Semakin dewasa kita semakin mengerti bahwa hidup selain dijalani juga diamati. Sehingga dari proses itu kita dapat megambil sebuah pelajaran berharga. Seperti kata Buya Hamka “Hidup sekedar hidup, Babi di hutan juga hidup.” Oleh sebab itu, kita jangan seperti Babi. Sudah hampir sepuluh tahun kami tinggal di Pakis, meski bukan warga asli tapi di sini saya merasa nyaman. Pakis adalah tempat terlama yang kami tinggali. Setelah sebelumnya keluarga kami selalu berpindah-pindah tempat tinggal. Di Pakis ini kami menempati sebuah gudang bahan bangunan yang halamannya luas sekali. Saat pertama kali datang tahun 2008 silam saya sempat bergidik melihat bangunan ini. Karena di bagian belakang rumah banyak kayu-kayu berserakan. Setelah beberapa waktu kami tinggali, semua sisi mulai terasa lega. Bapak mulai membeli beberapa bebek dan ayam waktu itu. Ibu juga, mulai menanami halaman depan dengan berag

The Gift: Hidup dalam Dunia Buatan

Kemarin saat Fida berkunjung ke rumah, Ibu sempat menunjukkan sebuah tayangan yang tengah berlangsung di Metro TV. Ada Reza Rahadian, Ayushita dan Ibu Christin Hakim. Saya tahu itu adalah program “Layar Perak”. Ibu bilang bahwa Reza bermain dalam sebuah film baru bersama Ayushita. Saya yang saat itu kedatangan tamu agak tidak fokus menyimak televisi.   Nah, tadi pagi seperti biasa saya buka twitter. Saat baru masuk timeline, twit pertama yang muncul adalah twit milik NSC Banyuwangi. Mereka update informasi tentang film yang tayang hari itu, dan saya menemukan The Gift ada di sana. Saya baru sadar jika film The Gift yang dibicarakan Ibu kemarin tayang perdana hari ini. Tanpa pikir panjang dan momen yang kebetulan pas sekali, saya pergi nonton jam 13.00, sendirian.   Saya berangkat pukul 12 lebih. Sampai bioskop baru pukul 12.17 (jika tidak salah ingat). Setelah membeli tiket saya duduk sambil membaca Maryamah Karpov untuk yang kedua kalinya. Bioskop tidak begitu ramai, b aja.

Darurat Radikalisme

Seandainya Kakung masih hidup, saya ingin berdiskusi banyak hal dengan beliau. Seandainya Kakung masih hidup, bagaimanakah reaksinya mendengar berita kejahatan terhadap manusia akir-akhir ini? Seandainya Kakung saya, yang nasrani itu masih hidup, bagaimanakah reaksinya mengetahui bahwa saudara seimannya mati terbunuh di rumah ibadahnya sendiri? Ya, saya adalah manusia yang tumbuh di tengah kemajemukan. Kakung saya nasrani, om saya Hindu. Dua keyakinan yang berbeda dengan keluarga besar saya. Sejak kecil, saya telah terbiasa melihat poto Yesus, Paus, dan simbol salib di dinding rumah Kakung, di Kepundungan, Srono. Sejak kecil saya telah terbiasa tidur berdampingan dengan Injil yang ada di kamar Kakung, kamar favorit saya saat menginap di rumah beliau. Sejak kecil, saya telah terbiasa melihat Kakung dan Mak (istri beliau) saya pergi pagi-pagi sekali di Hari Minggu untuk melaksanakan ibadah di gereja di Genteng sana. Saat itu saya masih kecil, belum mengerti bahwa agama banyak ma

Pemotretan Berujung Ruqyah

Akutu gak bisa diginiin :(  Hari ini, sesuai rencana yang telah kami sepakati, saya dan keluarga cemara KW 15 akan melakukan –istilah masa kini– pemotretan. Setelah rembug yang tidak mufakat yang kami lakukan di grup WA, disepakatilah bahwa kami tidak menyepakati apapun. Yang kami sepakati hanya titik kumpul kami ada di kantor PCNU. Saya dan Bibeh berangkat pukul 2 siang. Hari itu di kantor PCNU sedang ada acara ruqyah massal bersama tim Joko Samudro Banyuwangi. Beberapa orang meminta saya agar di ruqyah. Agar apa? Agar penyakit mabukan saya itu hilang. Tapi, Senin pagi itu saya seperti pingsan, setelah pulang dari Surabaya. Saya baru bangun pukul setengah sepuluh pagi. Dan tentu masih agak teler. Saya juga tidak pernah ikut ruqyah, jadi agak nganu saat diajak ruqyah. Sampailah saya dan Bibeh di PCNU yang ternyata masih banyak orang. Tim Joko Samudro masih belum beranjak dari kantor. Kami kemudian naik ke aula di lantai dua. Dari sana Mas Dani, Cholid, Fida dan Pak Haik