Skip to main content

Rabu Rasa Minggu

Kemarin setelah kuliah Donat tidak pulang ke rumahnya.
Melainkan menginap di Banyuwangi, di tempatku.
Satu alasan yang membuat Donat tidak pulang ke rumahya.
Takut.
Sabtu lalu Balokan (tempat tinggal Donat) di gegerkan oleh penemuan mayat dalam kantong plastik.
Dan lokasi pembuangan itu berada di timur rumah Donat.
Disebabkan alasan itulah Donat tak berani pulang ke Balokan malam-malam.
Apalagi hari selasa jadwal kuliah kami hingga pukul sembilan.
Sebenarnya jika Mbak Lela masuk kuliah semua akan baik-baik saja.
Yah, minimal mereka berdua, nggak sendirian.
Dan dikarenakan serangkaian acara bulan madu yang telah dipersiapkan, Mbak Lela akhirnya nggak kuliah.
Mbak Lela dan suami akan ke Bali hari ini.
Padahal ke Bali-nya masih hari Rabu, tapi nggak masuk kuliahnya mulai hari Sabtu.
Dasar, manten baru :D

Jadi begitulah, agak awkward ketika Donat menginap di weekday.
Biasanya, kan, dia nginepnya hari Sabtu.

Hari ini akhirnya aku melaksanakan cita-cita yang telah lama aku impikan.
Jogging di lapangan Gor, with my beautiful monkey a.k.a Donat ^_^
Hehehe cita-citanya agak gimana gitu, yak …

Jadilah aku dan Donat tiba di Gor sekitar pukul enam kurang lima belas.
Karena weekday jadinya lapangan Gor nggak begitu ramai.
Ini juga kali pertama aku joggig di Gor setelah dilakukan renovasi.
View yang berbeda, atmosfer yang berbeda, dan juga perasaan yang berbeda.
Aku teringat masa SMK dimana aku dan teman-teman mengikuti mata pelajaran olahraga di lapangan ini. Lari estafet, lompat jauh, dan lari-lari cantik sekelas hahaha …

Pagi ini moodku sedang baik, mungkin karena cuaca yang juga sedang baik.
Kami melakukan pemanasan kecil-kecilan yang cenderung asal-asalan hingga kemudian mulai mengitari lapangan.
Putaran pertama lumayan, lalu mulai putaran kedua.
Putaran kedua sudah nggak jogging lagi namanya, tapi jalan-jalan.
Selesai putaran kedua kami melanjutkan putaran ketiga.
Di putaran ini kami sudah nggak jelas mau melakukan apa.
Kadang lari kadang jalan sambil selfie.
Dan akhirnya tibalah kami di putaran keempat yang sekaligus mengakhiri olahraga kami.
Di putaran keempat kami justru tidak peduli lagi pada tujuan awal kami datang kemari.
Kami malah main-main di tengah lapangan berumput dan cekrak-cekrek entah berapa kali.
Memang benar kata Donat, olahraga 10%, foto-foto 90%.

I Loveeee this pict :)
Tapi tidak apa, kami lumayan berkeringat dan lumayan kehausan.
Segera setelah sesi pemotretan usai kami keluar lapangan sembari tak lupa melewati mas-mas yang tengah duduk-duduk kelelahan di pinggir lapangan *tetep usaha, ya kali aja jodoh kami terselip di antara mas-mas yang sedang ber-olahraga di lapangan ini :D
Keluar dari lapangan dan meninggalkan kompleks Gor aku segera melajukan motor ke arah Simpang Lima. Aku sempat melewati Esemkasa dan melihat kesibukan anak-anak sekolah.
Ada juga Pak Satpam yang entah siapa namanya sedang membantu para murid meyebrang.
Lagi-lagi nostalgia dadakan. Aku jadi ingat masa-masa saat Abah mengantarku sekolah.
Yang paling menyenangkan adalah momen ketika aku turun dari motor lalu mencium dengan takzim punggung tangan beliau.

Oke kembali ke laptop, enggak, maksudnya kembali ke cerita.
Aku sempat bertanya pada Abah rekomendasi bubur yang dapat kami temui pagi ini.
Abah menyarankan untuk pergi ke Simpang Lima, namun setelah dicari-cari, dilihat-lihat, aku tidak mengendus keberadaan gerobak si Abang tukang bubur naik haji.
Akhirnya aku melaju ke arah Blambangan, dari sana aku langsung menyusuri sepanjang jalan Kapten Pierre Tendean.
Memang, perut yang lapar membuat mata kita jadi awas melihat makanan.
Hampir sampai jembatan aku melihat gerobak bertuliskan Jenang Suro terparkir di kanan jalan.
Segera aku memutar balik motor dan berhenti di depan gerobak si Abang. 

Setelah memesan aku dan Donat duduk di tempat yang telah disediakan.
Ini pertama kali aku makan jenang suro langsung di tempat.
Biasanya aku dibelikan Abah yang pagi-pagi sudah berburu makanan endes ini.

Ketika pesanan kami siap, dan tentu dengan ritual di cekrek dulu, setelah itu berdo’a, barulah kami menyantap bubur yang menggoda iman tersebut.

Pada suapan pertama Donat langsung bilang, “Juaraaa …”
Aku tertawa. Tidak salah sarapan pilihan kami pagi ini.
Berarti besok-besok harus siap kembali ke tempat ini :D

Selesai mengisi perut kami menuju Boom.
Memang bukan untuk olahraga, sekedar untuk duduk-duduk dan medengarkan Gerua.
Sambil memandang laut lepas yang seakan membawa semua kenangan kau dan aku *opo ae, sih -____-
Entah berapa puluh menit kami disini, hawa kantuk mulai meyerang.
Tidur entah jam berapa, yang pasti sepertinya lewat dari jam dua belas *biasa lah perempuan, nggak akan tidur sebelum sesi curhat-curhatan selesai.
Bangun jam lima kurang lima belas, sudah jelas jatah tidur yang baik tidak terpenuhi.
Akhirnya kami meninggalkan kenangan kami disini Boom dan …. dan kalian tahu kami kemana?
Kami menuju es-nya Pak Joni.
Iya, sepagi itu kami sudah ngapelin tukang es, sekitar jam delapan-an.
Lha piye, wong kita kehausan :D

Setelah segala rupa kegiatan pagi ini, akhirnya kami pulang.
Dari rumah, seperti kena hipnotis, aku dan Donat sama-sama tidur sampai bedug Dhuhur.
Luar biasa …

Comments

Popular posts from this blog

#BukuBagus: TITIK TEMU

Tidak banyak penulis buku fiksi yang gaya penulisannya betah aku baca berlama-lama, selain karena memang ya enggak banyak juga buku yang aku baca. Beberapa kali aku pernah bilang bahwa penulis buku favoritku adalah Pak Cik Andrea Hirata. Aku jatuh cinta pada tulisannya setelah mengenal film Laskar Pelangi. Bahkan buku beliau yang pertama kali kubaca bukan Laskar Pelangi, aku lupa yang mana. Yang jelas, Andrea Hirata masih menempati posisi puncak penulis buku favoritku. Berawal dari promo kemerdekaan dari Mojok Store, aku akhirnya bertemu dengan Ghyna Amanda. Penulis novel Titik Temu yang surprisingly aku sangat suka. Promo “Paket Tujuhbelasan” waktu itu menyediakan empat buku yang bisa dipilih berdasarkan tiga kategori. Kategori A (pilih satu buku), kategori B (pilih satu buku) dan kategori C (pilih dua buku). Kategori A aku pilih Life as Divorcee, kategori B aku pilih Childfree and Happy dan kategori C aku pilih Dubidubi Duma dan Titik Temu. Empat buku itu ditebus hanya seharga Rp 11

FEELING IS HEALING

Rasanya aku sudah menuliskan ini dimana-mana. Bahwa Desy adalah satu-satunya teman SD yang sampai saat ini masih rajin hangout bareng. Setelah lulus kuliah kami justru jadi semakin dekat. Ada saja celetukan perempuan itu yang membuatku tertawa. Desy ini tipe perempuan yang mudah mengekspresikan apapun yang dia rasakan. Kemarin kami ke Seling. Tidak ada jadwal pasti untuk hangout sebetulnya, karena kami sama-sama tipe manusia mager. Kalau enggak janjian dulu, jarang kami mau keluar dadakan. Seperti biasa, tidak banyak yang kami bahas. Pertemuanku dengan Desy bisa dibilang sebagai stress release. Hal-hal remeh temeh yang justru sering kami bahas. Dan, dia ini selalu akan mengungkit apa yang aku posting di twitterku. Adaaaaa aja bahan untuk menginterogasiku. Seperti satu twit yang aku buat beberapa waktu lalu, yang tentu saja akhirnya membuatku mengingat lagi waktu dulu. Aku menceritakan sedikit bab patah hati yang pernah aku lalui. Des, gini gini aku juga pernah patah hati keleus. "