Skip to main content

#BukuBagus: TITIK TEMU

Tidak banyak penulis buku fiksi yang gaya penulisannya betah aku baca berlama-lama, selain karena memang ya enggak banyak juga buku yang aku baca. Beberapa kali aku pernah bilang bahwa penulis buku favoritku adalah Pak Cik Andrea Hirata. Aku jatuh cinta pada tulisannya setelah mengenal film Laskar Pelangi. Bahkan buku beliau yang pertama kali kubaca bukan Laskar Pelangi, aku lupa yang mana. Yang jelas, Andrea Hirata masih menempati posisi puncak penulis buku favoritku.

Berawal dari promo kemerdekaan dari Mojok Store, aku akhirnya bertemu dengan Ghyna Amanda. Penulis novel Titik Temu yang surprisingly aku sangat suka. Promo “Paket Tujuhbelasan” waktu itu menyediakan empat buku yang bisa dipilih berdasarkan tiga kategori. Kategori A (pilih satu buku), kategori B (pilih satu buku) dan kategori C (pilih dua buku). Kategori A aku pilih Life as Divorcee, kategori B aku pilih Childfree and Happy dan kategori C aku pilih Dubidubi Duma dan Titik Temu. Empat buku itu ditebus hanya seharga Rp 114.000 saja. Nangis gak lu pada dapat empat buku dengan harga miring banget kayak tanjakan Erek-erek?

Aku tidak asal pilih buku waktu itu, meski tahu kalau buku-buku Mojok memang jaminan mutu. Aku search beberapa judul untuk mengetahui siapa penulisnya, sinopsis bukunya dan keterangan soal halaman buku. Nah, untuk kategori C waktu itu aku agak galau. Setelah mantap memilih Dubidubi Duma, aku harus memilih satu lagi. Aku putuskan memilih Titik Temu karena halamannya banyak. Ya, karena halamannya banyak dan dia adalah novel. Sesederhana itu saja.

Siapa sangka ternyata Titik Temu aku nobatkan sebagai buku bagus yang aku baca sejauh ini di tahun 2023. Titik Temu ini novel yang berlatar waktu di zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Nah, waktu itu kenapa aku juga memilih Titik Temu, salah satu pertimbangannya adalah karena momennya pas kemerdekaan jadi kayaknya feel-nya dapat kalau baca novel yang temanya juga kemerdekaan. Ya begitulah gue ini...

Titik Temu ini latar waktunya setelah momen pidato proklamasi. Jadi, setelah perfect duo Bung Karno dan Bung Hatta menyatakan Indonesia merdeka, kebanyakan orang punya harapan baru. Tapi, tidak bagi Katheljin Sophie Kuhlan, anak keluarga Kuhlan yang berkebangsaan Belanda. Justru kemerdekaan Indonesia membuat Sophie ada dalam kondisi sulit. Ancaman pengambilan aset milik keluarganya dan juga ancaman dipulangkan ke Belanda, sementara dia lahir dan besar di Indonesia.

Kondisi itu membuat Sophie harus bersiasat. Dia tidak mau ke Belanda, Den Haag asing sekali bagi Sophie yang memang sejak kecil ada di Indonesia. Dari situ muncul ide menikahi pribumi. Jika dia menikah dengan pribumi maka dia akan menjadi pribumi, meski tentu saja tidak karena wajahnya sangat amat londo sekali. Lelaki pribumi yang dia pilih adalah dokter Andjana Ranggawangsa (aduh sumpah demi apapun aku jatuh cinta pada nama ini). Andjana adalah pribumi yang bekerja pada keluarga Kuhlan. Dia disekolahkan oleh ayah Sophie hingga menjadi dokter.

Kenapa Sophie memilih Andjana? Nah, bacalah sendiri novelnya. (alesan karena malas ngetik panjang lebar aja gue mah).

Di covernya tertulis “Sebuah kisah asmara yang menggetarkan. Menyatukan dua manusia yang berbeda kebangsaan dan agama.” Pas baca kalimat pertama aku kira hiperbola aja, eh taunya iya. Ya Allah, enggak terhitung berapa kali aku tercekat, salting, penuh kupu-kupu sampai nangis di beberapa bagian. Ghyna Amanda nih ya, kok bisa sih nulis sebagus ini? Kok bisa sih Mbak Ghynaaaaa. Kok bisa kamu membuat perasaanku campur aduk dari mulai sedih, salting, gemas, tegang sampai hancur kayak gelas kaca jatuh dari ketinggian 5000 mdpl???

Klaim bahwa Titik Temu adalah kisah asmara yang menggetarkan ini aku akui benar. Dia valid. Kurang menggetarkan apa kisah asmara di zaman penjajahan ini. Dari sini aku sadar bahwa yang-yangan di zaman penjajahan ini rekoso tenan.

Apakah Titik Temu hanya soal kisah cinta? Oh, yorobun, tentu tidak. Lebih jauh kita akan disuguhi konflik-konflik Belanda-Pribumi yang sangat pelik. Ghyna Amanda berhasil membuat pembacanya menerka-nerka kondisi Indonesia di zaman itu. Novel ini juga membuat kita merenungkan makna kehidupan dengan lebih dalam. Menyadarkan kita bahwa tidak semua keinginan dapat digapai, tidak semua kondisi nyaman bisa kita dapatkan.

Tidak lama setelah aku menyelesaikan Titik Temu, aku menyadari kenapa aku menyukai novel ini. Mungkin karena aku sering menonton serial kerajaan seperti Bridgerton, The Crown, Little Women, Enola Holmes, maka dengan mudahnya aku jatuh hati pada Titik Temu yang latar waktunya jauh berpuluh tahun silam. Hessshhhh, orang kok senengnya mengingat masa lalu.

Nah, setelah membaca aku langsung kepikiran andai Titik Temu diangkat ke layar lebar. Satu orang yang langsung terlintas di benakku adalah Ario Bayu. Dia sangat amat cocok sekali memerankan dokter Andjana Ranggawangsa, tentu saja ini imajinasiku dewe. Aduh, tiap nama ini disebut aku langsung salting.

Demikianlah #BukuBagus yang aku rekomendasikan, teman-teman. Titik Temu ini bukan terbitan baru. Dia sudah lahir sejak 2017, memang aku saja yang baru menemukannya setelah enam tahun dia lahir ke dunia. Well, selamat membaca buat yang belum baca. Dan, selamat membaca kembali buat yang sudah baca tapi masih belum move on.

Dapatkan bukunya di sini.

Comments

Popular posts from this blog

Rabu Rasa Minggu

Kemarin setelah kuliah Donat tidak pulang ke rumahnya. Melainkan menginap di Banyuwangi, di tempatku. Satu alasan yang membuat Donat tidak pulang ke rumahya. Takut. Sabtu lalu Balokan (tempat tinggal Donat) di gegerkan oleh penemuan mayat dalam kantong plastik. Dan lokasi pembuangan itu berada di timur rumah Donat. Disebabkan alasan itulah Donat tak berani pulang ke Balokan malam-malam. Apalagi hari selasa jadwal kuliah kami hingga pukul sembilan. Sebenarnya jika Mbak Lela masuk kuliah semua akan baik-baik saja. Yah, minimal mereka berdua, nggak sendirian. Dan dikarenakan serangkaian acara bulan madu yang telah dipersiapkan, Mbak Lela akhirnya nggak kuliah. Mbak Lela dan suami akan ke Bali hari ini. Padahal ke Bali-nya masih hari Rabu, tapi nggak masuk kuliahnya mulai hari Sabtu. Dasar, manten baru :D Jadi begitulah, agak awkward ketika Donat menginap di weekday. Biasanya, kan, dia nginepnya hari Sabtu. Hari ini akhirnya aku melaksanakan cita-c

FEELING IS HEALING

Rasanya aku sudah menuliskan ini dimana-mana. Bahwa Desy adalah satu-satunya teman SD yang sampai saat ini masih rajin hangout bareng. Setelah lulus kuliah kami justru jadi semakin dekat. Ada saja celetukan perempuan itu yang membuatku tertawa. Desy ini tipe perempuan yang mudah mengekspresikan apapun yang dia rasakan. Kemarin kami ke Seling. Tidak ada jadwal pasti untuk hangout sebetulnya, karena kami sama-sama tipe manusia mager. Kalau enggak janjian dulu, jarang kami mau keluar dadakan. Seperti biasa, tidak banyak yang kami bahas. Pertemuanku dengan Desy bisa dibilang sebagai stress release. Hal-hal remeh temeh yang justru sering kami bahas. Dan, dia ini selalu akan mengungkit apa yang aku posting di twitterku. Adaaaaa aja bahan untuk menginterogasiku. Seperti satu twit yang aku buat beberapa waktu lalu, yang tentu saja akhirnya membuatku mengingat lagi waktu dulu. Aku menceritakan sedikit bab patah hati yang pernah aku lalui. Des, gini gini aku juga pernah patah hati keleus. "